Komite-I DPD RI melakukan pertemuan dengan penjabat Wali Kota Sorong bersama seluruh jajaran Forkopimda, para kepada distrik dan kelurahan hingga badan pertanahan di gedung LJ, Senin siang (19 September 2022).
Pertemuan ini membahas pengawasan atas kebijakan otonomi reforma agraria dan konflik pertanahan.
Dalam pertemuan ini, mengemuka sejumlah permasalahan terkait hak ulayat atas tanah adat khususnya suku Moi, penduduk asli sorong yang membutuhkan penanganan serius dan komprehensif dalam penyelesaian sengketa di ranah hukum.
Menjawab permasalahan yang mengemuka tersebut, Wakil Ketua Komite-I DPD-RI, Filep Wamafma, berjanji akan membantu penyelesaian konflik agraria tersebut jika harus menempuh jalur hukum dengan melibatkan penasehat-penasehat hukum yang berkompeten dan paham tentang kepemilikan hak ulayat.
Menurut Filep Wamafma, dalam menghadapi mafia tanah dibutuhkan supervisi dan laporan secara berkala untuk mengawasi kepemilikan hak ulayat masyarakat adat.
Diakui Filep, lemahnya penanganan hukum terhadap mafia tanah membuat praktek jual beli tanah yang berujung kerugian masyarakat asli papua terus terjadi.
“ Harus ada supervisi dan laporan secara berkala dimana ketika ada indikasi mafia tanah maka harus ada penindakan secara hukum, makanya kami tadi mendapat laporan dari masyarakat kami berharap tidak disampaikan secara lisan saja, tetapi kita minta dokumennya sehingga kita bias berkoordinasi dengan kementerian terkait bila perlu dengan kepolisian hingga kejaksaan agung untuk bisa diproses secara hukum. Kita tidak boleh membiarkan mafia tanah itu berkuasa di Indonesia ” ujar Filep.
Komite-I Dpd Ri berharap, masyarakat pemilik hak ulayat di Papua Bara khususnya di tanah Malamoi memiliki sertifikat atas hak ulayat mereka dan juga dokumen pendukung lainnya agar memiliki legalitas, jika bermasalah di hadapan hukum.
Demikian pula transaksi jual beli tanah juga harus dengan dokumen yang jelas dan sah di mata hukum guna menghindari sengketa kepemilikan di kemudian hari. (*red)